Saturday, 29 September 2018

Tentang Memilih

I'm not a person who likes to choose. Tidak pintar memilih salah satu diantara dua, atau tiga, atau berapapun pilihannya. Memilih rasanya bikin aku jadi orang yang ga adil karena harus mengutamakan yang satu dibanding yang lain. Membandingkan yang satu dengan yang lain. Mungkin yang satu lebih ini, sedang yang lain kurang ini. Padahal itu cuma cara aku melihat sesuatu itu. Padahal bisa jadi sebenarnya mereka bernilai sama.


Dan tentu hal ini berkaitan dengan manajemen waktuku atau bahkan prioritas dalam hidupku. Dari progress jaman SMA sampai sekarang kuliah, I felt my peformance began to decline dan manajemen waktuku very bad. Feel like seneng banget nunda - nunda waktu buat ngerjain sesuatu sekarang. I'm not a person who likes to write a plan tbh but usually I can easily sort out what work I have to do. Kalo kata orang sih namanya procrastinator karena ga bisa memilih mana yang paling penting. I finally did it all dalam sekali waktu dan terkadang juga langsung meninggalkannnya bersamaan. Don't care at all. Entaran, pas udah deket aja watunya, pasti bakal selesai, karena toh sejauh itu juga selalu begitu.

Kalau dilihat, rasanya orang pasti ngira aku adalah orang yang membosankan atau paling tidak menyukai kegiatan yang membosankan. Monoton. Mengerjakan yang itu - itu aja. Melakukan yang sudah menjadi keseharian. Padahal kalau menurutku, nggak juga. Aku kadang suka memutuskan tiba - tiba. Ketika pulang kuliah dan aku pengen ke mall sendirian cuman buat beli skincare, aku bisa langsung ngubah haluan dan ganti tujuan.

Ah, ya. Bosen. Bosen biasanya muncul pas udah ngerasa terlalu lama berada pada keadaan tertentu yang terus menerus, yang monoton. Aku sering ngerasa bosen juga kalo mgerjain hal yang sama terus menerus. Dan rasanya itu yang membuatku memutuskan untuk perlu mecari tempat lain, tempat baru untuk ditempati, untuk mengerjakan hal baru, dan bukan pekarjaan monoton yang sama dan terus menerus yang sudah kukerjakan belakangan waktu ini.

Bukan tanpa pemikiran panjang. Aku udah ngelewatin beberapa kali permintaan, beberapa kali merasa masih belum bisa pergi, dan beberapa kali berpikir bahwa perubahan akan menjadi berat.

Then, ketika ada pilihan di depan mata, ketika sesuatu yang baru memutuskan akan memberikan kesempatan, dan aku sudah sejauh ini untuk mengambil kesempatan itu, kenapa rasanya berat sekali untuk meninggalkan yang lama?

Sekali lagi, satu hal tentang memilih adalah kamu akan melihat keunggulan yang satu dibanding yang lain. Juga kelemahan yang satu dari yang lain. Dan memang ada banyak keunggulan yang dimiliki masing - masing. Sekarang masalahnya, mana yang lebih banyak memberikan keuntungan? Mana yang lebih baik? Mana yang membuatmu lebih nyaman? Dan mana yang lebih lainnya yang harus diperhatikan.

Memilih prioritas memang not my expertise. Mungkin karena itu juga aku biasanya hanya menerima. Menerima dipilihkan universitas dan fakultas yang dirasa cocok denganku. Menerima perkerjaan yang kiranya sesuai denganku. Menerima gelar - gelar yang sekiranya adalah yang terbaik bagiku. Menerima jalan yang sudah diarahkan untukku. Selain karena aku masih ragu untuk memilih, mungkin juga karena aku sendiri belum mengetahui apa yang aku ingini.

Ingin. Sekarang ini tentang keinginan. Objektivitas. Keegoisan.

Tapi mungkin, objektivitas dilahirkan dari prioritas. Sesuatu lebih ini dan lebih itu, karena ada prioritas di dalamnya. Ada faktor - faktor yang membuatnya lebih unggul atau malah lebih lemah. Ada hal - hal yang harusnya diperhitungkan, dianggap lebih dibanding yang lain, diprioritaskan, dijadikan yang paling atas.

I decided even though I know for a long time. Aku takut memilih A karena hal - hal menggiurkan yang ditawarkan B. Tapi aku juga takut memilih B karena hal - hal yang masih menarik yang dimiliki A.

Tapi kalo kata orang life is a choice. An option. Then, disegala aktivitas yang sudah kulakukan sejauh ini poinnya adalah I wanna be better than before. Menghindari hal - hal yang monoton. Memilih untuk menjalani kehidupan yang udah direncanain bersama dengan orang tua dan keluarga. Belajar bagaimana seharusnya aku mengerjakan prioritas sampai nanti aku dengan sendirinya bisa membuat pilihan yang terbaik. Mungkin sampai sekarang belum sempurna, masih ada rasa penyesalan, karena ya itu manusia. Kita juga tidak luput dari segala takdir Tuhan. Hidup kita sudah tertulis. Termasuk jalan kita, sebagian. But at leats, I'm grateful for the people around me who helped me makes choices. Terebih keluarga. Ayah dan Ibu.


No comments:

Post a Comment